This is Sister and Younger sister

Just make a hunting..

So Sweet..

My parent in lake laukawar...

Concert

Concert At bawah langit atas bumi.

BEAUTIFUL

Beautiful girl....

JUSTIN BIEBER

Handsome boy.

Wednesday, May 22, 2013

Notasi Sigma








NOTASI SIGMA
1. Notasi Sigma 
Notasi sigma adalah sebuah tanda yang digunakan untuk menuliskan penjumlahan secara singkat. Notasi sigma, ditulis dengan   
Secara umum, notasi sigma didefinisikan sebagai berikut : 
 
Dimana: 
i adalah indeks penjumlahan
n adalah batas bawah penjumlahan
n adalah batas atas penjumlahan

Sifat-sifat notasi sigma: 
 
 

 

 
 
 
 

Contoh Menggunakan Bahasa Indonesia Secara baik dan benar

Contoh menggunakan Bahasa Indonesia secara baik dan benar

Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar” dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan bahasa yang baku.
Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar mempunyai beberapa konsekuensi logis terkait dengan pemakaiannya sesuai dengan situasi dan kondisi. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Penggunaan bahasa seperti ini sering menggunakan bahasa baku. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya gejala bahasa seperti interferensi, integrasi, campur kode, alih kode dan bahasa gaul yang tanpa disadari sering digunakan dalam komunikasi resmi. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik.
Misalkan dalam pertanyaan sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang baku Contoh :
  • Apakah kamu ingin menyapu rumah bagian belakang ?
  • Apa yang kamu lakukan tadi?
  • Misalkan ketika dalam dialog antara seorang Guru dengan seorang siswa
    • Pak guru : Rino apakah kamu sudah mengerjakan PR?
    • Rino : sudah saya kerjakan pak.
    • Pak guru : baiklah kalau begitu, segera dikumpulkan.
    • Rino : Terima kasih Pak
Kata yang digunakan sesuai lingkungan sosial
Contoh lain dari pada Undang-undang dasar antara lain :
Undang-undang dasar 1945 pembukaan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perkeadilan.
Dari beberapa kalimat dalam undang-undang tersebut menunjukkan  bahasa yang sangat baku, dan merupakan pemakaian bahasa secara baik dan benar.
Contoh lain dalam tawar-menawar di pasar, misalnya, pemakaian ragam baku akan menimbulkan kegelian, keheranan, atau kecurigaan. Akan sangat ganjil bila dalam tawar -menawar dengan tukang sayur atau tukang becak kita memakai bahasa baku seperti ini.
(1)   Berapakah Ibu mau menjual tauge ini?
(2)   Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke Pasar Tanah Abang dan berapa ongkosnya?
Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.
(3)   Berapa nih, Bu, tauge nya?
(4)   Ke Pasar Tanah Abang, Bang. Berapa?
Misalkan perbedaan dari bahasa indonesia yang benar dengan bahasa gaul
Bahasa Indonesia Bahasa Gaul (informal)
Aku, Saya Gue
Kamu Elo
Di masa depan kapan-kapan
Apakah benar? Emangnya bener?
Tidak Gak
Tidak Peduli Emang gue pikirin!
Dari contoh diatas perbedaan antara bahasa yang baku dan non baku  dapat terlihat dari pengucapan dan dari tata cara penulisannya. Bahasa indonesia baik dan benar merupakan bahasa yang mudah dipahami,  bentuk bahasa baku yang sah agar secara luas masyarakat indonesia berkomunikasi menggunakan bahasa nasional. Contoh pada
“Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, demikianlah bunyi alenia ketiga sumpah pemuda yang telah dirumuskan oleh para pemuda yang kemudian menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia. Bunyi alenia ketiga dalam ikrar sumpah pemuda itu jelas bahwa yang menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Kita sebagai bagian bangsa Indonesia sudah selayaknya menjunjung tinggi bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Paragraph dibawah ini cuplikan gaya bahasa yang dipakai sesuai dengan EYD dan menggunakan bahasa baku atau bahasa ilmiah bukan kata popular dan bersifa objektif, dengan penyusunan kalimat yang cermat.
Dalam paradigma profesionalisme sekarang ini, ada tidaknya nilai informative dalam jaring komunikasi ternyata berbanding lurus dengan cakap tidaknya kita menulis. Pasalnya, selain harus bisa menerima, kita juga harus mampu memberi. Inilah efek jurnalisme yang kini sudah menyesaki hidup kita. Oleh karena itu, kita pun dituntut dalam hal tulis-menulis demi penyebaran informasi. Namun persoalannya, apakah kita peduli terhadap laras tulis bahasa kita. Sementara itu, yakinilah, tabiat dan tutur kata seseorang menunjukkan asal-usulnya, atau dalam penegasan lain, bahasa yang kacau mencerminkan kekacauan pola pikir pemakainya. Buku ini memperkenalkan langkah-langkah pragmatic yang Anda perlukan agar tulisan Anda bisa tampil wajar, segar, dan enak dibaca

Cermin Cekung

Cermin Cekung

Selain cermin datar, ada pula cermin lengkung. Cermin tersebut adalah cermin cekung dan cermin cembung. Cermin cekung memiliki permukaan pemantul yang bentuknya melengkung atau membentuk cekungan. Garis normal pada cermin cekung adalah garis yang melalui pusat kelengkungan, yaitu di titik M atau 2F. Sinar yang melalui titik ini akan dipantulkan ke titik itu juga.

Cermin cekung bersifat mengumpulkan sinar pantul atau konvergen. Ketika sinar-sinar sejajar dikenakan pada cermin cekung, sinar pantulnya akan berpotongan pada satu titik. Titik perpotongan tersebut dinamakan titik api atau titik fokus (F).

Ketika sinar-sinar datang yang melalui titik focus mengenai permukaan cermin cekung, ternyata semua sinar tersebut akan dipantulkan sejajar dengan sumbu utama. Akan tetapi, jika sinar datang dilewatkan melalui titik M (2F), sinar pantulnya akan dipantulkan ke titik itu juga. Sinar-sinar istimewa cermin cekung sebagai berikut.

a. Sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan melalui titik fokus.
Sinar Istimewa I Cermin Cekung
b. Sinar datang melalui titik fokus akan dipantulkan sejajarsumbu utama.
 
Sinar Istimewa II Cermin Cekung
 
c. Sinar datang melalui titik pusat kelengkungan cermin akan dipantulkan ke titik itu juga.
 
Sinar Istimewa III Cermin Cekung
 
2. Pembentukan Bayangan pada Cermin Cekung
 
Bayangan benda yang diletakkan antara F dan M memiliki sifat nyata, terbalik, dan diperbesar.
Bayangan benda yang diletakkan antara F dan M memiliki sifat nyata, terbalik, dan diperbesar.
 
Ketika kamu meletakkan sebuah benda dengan jarak lebih besar daripada titik fokus cermin cekung, bayangan benda yang terjadi selalu nyata karena merupakan perpotongan langsung sinar-sinar pantulnya (di depan cermin cekung). Akan tetapi, ketika benda kamu letakkan pada jarak di antara titik focus dan cermin, kamu tidak akan mendapatkan bayangan di depan cermin. Bayangan benda akan kelihatan di belakang cermin cekung, diperbesar, dan tegak.
Bayangan benda yang diletakkan di antara titik fokus dan cermin memiliki sifat maya, sama tegak, dan diperbesar
Bayangan benda yang diletakkan di antara titik fokus dan cermin memiliki sifat maya, sama tegak, dan diperbesar
Hubungan antara jarak benda (s) dan jarak bayangan (s’) akan menghasilkan jarak fokus f. hubungan tersebut secara matematis dapat ditulis :
 
Rumus Cermin Cekung
dengan :
f = jarak fokus (m),
s = jarak benda (m), dan
s’ = jarak bayangan (m)

Bidadari Tak Bersayap

‘Koridor itu, mempertemukan aku dengannya, sesosok bidadari cantik yang mungkin sengaja turun ke bumi’
Masih jelas ku ingat saat pertama kali kami bertemu. Di sebuah koridor gelap, dan masih sepi. Ia terduduk sendiri di bangku panjang dekat Ruang Guru. Dari arah gerbang, aku memperhatikannya. Oh ya, ternyata dia murid baru yang sudah sejak satu minggu yang lalu kabarnya santer terdengar.
Aku tetap melangkah dengan mata yang licin bergerak melirik kearahnya saat aku melintas dihadapan gadis itu. Namun sama sekali ia tak melihat kearahku. Ia terpaku pada sebuah kumpulan kertas dalam bentuk buku yang cukup tebal yang ia bawa, mungkin ia hobi membaca novel. Sampai ku lihat sesosok pria berkumis mengenakan jas hitam dan sepatu mengkilap mendatanginya. Ya, aku sengaja duduk di bangku dengan jarak kurang lebih 3 meter dari gadis itu.
Terlihat pria itu sedang menanyakan sesuatu. Aku mencoba sedikit menguping pembicaraan mereka. Tapi tak lama, gadis itu beranjak dari duduknya dan bergegas melangkah. Sedangkan (mungkin) ayahnya -pria berkumis tadi- meninggalkan koridor ini.
Hey! Ia melewatiku!
Cantik. Itu kesan pertama saat aku melihatnya. Beruntungnya aku bisa melihat tag name yang ia kenakan.
“Raisa Lesmana” eja ku lirih. Gadis itu berhenti sejenak, lalu menoleh ke arahku. Helaian rambut panjangnya terkibas pelan. Hhh.. Sungguh sempurna bak bidadari yang turun ke bumi, atau mungkin bidadari yang tersesat di bumi.
“ya?” ah, sial! Dia mendengar bisikanku. Sejenak aku sedikit mengumpat di dalam hati. Bagaimana aku harus menyikapinya?
“hah.. emm, Tidak. Kau murid baru ya?” Semoga saja aku tidak terlihat salah tingkah.
“iya, kebetulan sekali aku bertemu denganmu. Maaf sebelumnya, bisakah kau antar aku ke ruang kepala sekolah? Aku belum begitu paham tentang sekolah ini.” Mimpi apa aku semalam?! Hingga kini dimintai tolong oleh sesosok bidadari cantik seperti dia.
“ah, ya tentu saja. Mari aku antar”
“terimakasih. Omong-omong, siapa namamu?” sembari kami berjalan lamban, ia membuka obrolan di antara kami berdua. Tentu saja aku menyambut pembukaan itu dengan senang hati.
“aku Elang Stevanditya. Bisa kau panggil El atau Elang.”
Obrolan kami berlarut. Tak disangka kami begitu cepat akrab. Hanya dalam hitungan menit, kami sudah saling mengenal dasar sebagian dari kehidupan kami.

‘Kau begitu mempesonaku, mengindahkan segala kekuranganmu di mataku’
Tiga bulan sudah kami bersama, dari mulai saling mengenal – berteman – hingga menjadi sepasang sahabat yang sering di anggap ‘Teman Tapi Mesra’ oleh orang-orang yang melihat kedekatan kami berdua.
Tak jarang kami sering menghabiskan waktu bersama. Makan siang, jalan-jalan, menemani nya hunting novel, belajar bersama. Yaa, semua hal itu sering kami lakukan hampir di setiap hari. Di sekolah pun kami sering digosipkan menjalin hubungan special . Tapi, kami tak terlalu memerhatikan hal itu.
Aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri, begitu pula dengannya yang sudah memandangku seperti kakaknya. Namun, di lubuk hati ku yang terdalam, aku mengharapkan lebih dari sekedar ini. Lebih dari apa yang kami punya selama ini.
“El, kau tahu, aku ingin sekali mencoba hal yang dinamakan berlarian; berkejar-kejaran?” Tanya Raisa saat kami singgah di sebuah taman bermain dekat dengan komplek rumah nya. Pertanyaannya ini membuat sepintas kebingungan melintas di pikiranku ‘memangnya dia tidak pernah bermain kejar-kejaran? Atau hanya untuk sekedar berlarian?’
“Hey! Aku sedang bertanya El.. Bisakah kau menjawab pertanyaanku, agar aku tak terlihat gila karna ternyata sedari tadi aku bicara sendiri? Huhh” lanjutnya, aku melihat ia sedikit memajukan bibir tipisnya. Kalau boleh jujur, dia tampak sangat lucu sekali apabila ekspresinya sedang kesal.
“Eh, maaf. Emm, kau ini aneh ya. Seperti tidak pernah merasakan berlari saja” aku hanya menunjukkan kesan yang bisa di bilang heran.
“Ya, aku memang tak pernah ditakdirkan untuk bebas berlari. Sekalipun berlari, itu hanya berlari kecil saja, bukan berkejar-kejaran seperti mereka” mata indahnya melirik anak-anak kecil yang sedari tadi bermain kejar-kejaran mengelilingi bangku taman di sebelah kami. Namun setelah itu, matanya terlihat berkaca.
“Kenapa kau ber-argumen seperti itu? Semua orang bebas untuk berlari. Bahkan jika mereka ingin berlari lalu terjun ke dalam jurang yang curam pun mereka bebas melakukannya. Tak ada larangan secara hukum.”
“Tapi tidak untukku. Aku ditakdirkan terlahir berbeda dengan kau, dengan mereka – anak-anak kecil itu -. Jantungku amatlah lemah, itulah sebabnya aku sama sekali tidak mengikuti hampir seluruh kegiatan ekstrakulikuler dan olahraga berat di sekolah. Aku tak boleh kelelahan, tak boleh terkena angin malam. Tapi aku ingin merasakan semua itu, semua yang pernah kau rasa, semua yang pernah mereka rasa, semua yang belum bahkan mungkin tidak akan pernah ku rasa.” Aku mengusap lembut airmatanya yang jatuh bebas ke tanah di akhir pembicaraannya
“Maaf, aku sama sekali tak bermaksud membuatmu seperti ini. Maafkan aku Raisa..” ia hanya mengangguk pelan. Aku mencoba mendekapnya. Aku tahu, ini yang ia butuhkan sekarang. Ku dengar suaranya yang terisak pelan dalam dekapanku.
“Apa kau menyesal telah terlahir seperti ini, Raisa?” lagi-lagi ia hanya mengandalkan sebuah anggukan sebagai jawaban atas pertanyaanku.
“Bagaimana jika kau ikut aku sekarang? Aku yakin, kau akan merasa senang datang ke tempat yang akan kita tuju.” Aku mencoba menghiburnya dengan mengajaknya pergi ke sebuah tempat yang sudah tiga minggu ini tidak aku kunjungi.
“Kemana?” Tanyanya. Suaranya terdengar sedikit serak.
“Akan aku beri tahu, asalkan kau mau tersenyum dulu sebelum kita pergi” dia terdiam sejenak.
“Ayo, mana senyumnya?” lanjutku. Tak berapa lama, ia tersenyum. Aku merasa puas sekali setelah melihatnya tersenyum seperti ini.
“Nah, jika kau tersenyum seperti itu, bidadari-bidadari di kahyangan pasti iri melihat manis senyummu.”
“Ah, kau ini El.. selalu saja berhasil menjebol pertahanan senyumku” dia memang begitu cantik. Dan dia selalu mampu membuatku terpesona.

Sesampainya disana, aku mengajak Raisa mengelilingi tempat tersebut.
“nah, ini tempatnya. Aku sering kesini sendiri, atau biasanya bersama Aldy dan Denas -sahabat-sahabatku yang lain-.”
“semacam panti asuhan ya?”
“iya, bisa di bilang seperti itu. Tapi hebatnya, disini bukan panti asuhan biasa. Kebanyakan dari mereka -anak-anak di panti ini- terlahir tidak sempurna.”
“seperti aku?” sepertinya kesedihannya mulai berkurang
“iya, bahkan ada yang lebih parah darimu. Tapi mereka punya semangat hidup yang sangat tinggi. Meskipun mereka tau, sakit yang mendera tubuh kecil mereka tak bisa disembuhkan.” Aku melirik ke arahnya, aku lihat dia tengah berpikir keras
“maka dari itu, aku mengajakmu kemari. Agar kamu tahu, hidup memang tidak pernah bisa sempurna seperti yang kita inginkan. Tapi kita harus selalu bisa membuat semua yang ada di hidup ini sempurna. Dengan rasa syukur dan berusaha. Hanya itu kuncinya.” Lanjutku.
“terimakasih El, hanya kamu yang bisa membuatku semangat menjalani hidup dan untuk selalu tersenyum” ia memelukku erat
Aku melepas pelukannya.
“Emm, sebaiknya, kita segera menemui ibu panti. Kurasa hari mulai gelap, aku takut angin malam mengusikmu nanti” ia hanya tersenyum. Aku menggandeng tangan kanannya. Lalu membawanya bersamaku menuju ke ruang pemilik panti ini.
‘Raisa, seandainya kamu tahu, ada tidaknya penyakit di tubuhmu itu, tak akan pernah bisa menghilangkan barang sejengkal pun kesempurnaanmu di mataku’

‘Seandainya kau bisa mengerti akan rasaku padamu..’
“selamat pagi Nona Raisa…” itu hanya satu dari sekian kata yang sering kuucapkan padanya saat memasuki kelas. Ia tersenyum, tapi tak terlihat seperti biasanya. Ada apa dengan dia? Sakit kah?
“kau sakit ya? Tak terlihat seperti biasanya” aku segera menghampirinya, lalu dengan cepat tanganku mendarat di dahinya.
“badanmu tidak panas, tapi..” ia menyingkirkan tanganku dari dahinya.
“karena aku memang tidak sedang sakit Elaaang. Aku biasa-biasa saja kok” ucapnya meyakinkan ku. Tapi tetap saja aku tak bisa ia bohongi dengan mudahnya.
“jika ada masalah, aku mau mendengarkan keluhanmu. Walaupun belum tentu aku bisa membantumu mencari jalan keluar, setidaknya aku bisa menjadi pendengar setia bagimu.” Aku duduk di sampingnya. Berharap ia mau menceritakan sesuatu.
“Mike, dia mengutarakan perasaannya padaku semalam. Ia datang kerumahku, dan langsung meminta izin untuk menjagaku pada ayahku. Tentu saja ayahku setuju, bahkan oma pun ikut setuju.”
JDERRR!!!
‘Mike? Anak tengil itu? Mengutarakan perasaannya pada Raisa? Semalam? Ayah dan oma Raisa setuju?’ rentetan pertanyaan itu secara tiba-tiba muncul di otakku. Aku tengah berpikir, mataku terpejam sejenak, berharap saat ku buka kembali, ini semua hanyalah sebuah mimpi buruk yang tak akan pernah jadi kenyataan. Tapi..
“Elang? Kau masih jadi pendengar setiaku seperti ucapanmu barusan kan?” ia menepuk pundak kanan ku. Lalu terhitung 1, 2, 3..
Ku buka perlahan mataku, dan sial! Ini semua memang kenyataan!
“ah, ya tentu saja. Lalu kau menerimanya?”
‘semoga tidak.. semoga tidak.. semoga tidak..’ diam-diam aku menjerit di dalam hati. Semoga saja Raisa tidak menerima anak tengil itu sebagai penghuni hatinya. Mau jadi apa dia kalau punya kekasih seperti Mike yang tengil, sombong, bahkan banyak anak di sekolah ini yang tak suka pada sifatnya. Bisa-bisa Raisa terkena stroke dadakan!
“belum. Aku belum menjawabnya. Aku bimbang El. Jika aku menolaknya, aku tahu ayah dan oma pasti akan merasa kecewa padaku. Tapi jika aku menerimanya, aku tak suka padanya, aku tak sedikitpun bisa merasakan sayang yang tulus dari dirinya” mukanya ia tekuk dalam-dalam. Yap! Setidaknya peluang untuk Mike di tolak Raisa ada.
“bagaimana menurutmu El?” ia memalingkan wajahnya ke arahku.
“menurutku… mungkin kau harus ikuti kata hati dan pikiranmu”
“Elang Stevanditya, kata hati dan pikiran itu, keduanya tak selalu sejalan. Ada kalanya mereka bertentangan. Seperti aku sekarang” mimik wajahnya memang terlihat bingung. Aku jadi kasihan padanya.
“kau kan bisa menjelaskan sikap Mike di sekolah pada ayah dan oma mu. Mungkin dengan begitu, ayah dan oma mu akan mengerti perasaanmu.”
“itu jika mereka bisa percaya. Jika tidak? Apa aku harus memaksa mereka supaya mempercayai kata-kata ku?”
“ya tidak begitu maksudku” aku mencoba berpikir keras, bagaimana caranya agar Raisa tak bersatu dengan anak tengil itu. Sungguh demi apapun aku tak rela. Sekalipun aku jatuh cinta padanya, aku tak rela melepaskannya pada lelaki semacam Mike. Sangat tidak rela!
“apa aku harus menerimanya? Tak mungkin juga jika aku harus menentang ucapan ayah. Itu akan membuat beliau kecewa. Huhh, mungkin ini memang sudah menjadi bagian dari takdirku. Harus menjalani sebuah hubungan yang sama sekali tak pernah ku harapkan. Bahkan untuk sekedar membayangkannya pun aku tak mau.”
Ya Tuhan..
Apa yang kurang dari ku Raisa? Apa? Katakanlah!!
Apa sikapku padamu selama ini sama sekali tak kau tangkap sebagai sebuah sinyal cinta, Raisa? Aku harus bersikap bagaimana agar kau tahu perasaan ini? Agar kau merasakan apa yang selama ini aku rasa, Raisa?

‘Mungkin sudah takdirnya kita tak bersama, tapi jangan tinggalkan aku..’
Hampir 5 bulan sudah hubungan mereka terjalin. Meskipun aku tahu, bagaimana rasanya menjadi Raisa yang harus berpura-pura mencintai Mike. Tapi aku tak berhak angkat bicara masalah apapun pada mereka.
“jujur aku lelah. Aku sudah lelah El, menjalani semua kebohongan ini” ia menyandarkan kepalanya ke pundakku. Ia sedang sakit, (mungkin) hanya sakit biasa. Karena jika aku tanya tentang sakitnya kali ini, ia hanya tersenyum sembari menjawab ‘aku baik-baik saja, percayalah’
“mengapa kau tak mengakhiri semuanya saja? Toh, kau lah pemegang kuncinya” aku berbicara sangat hati-hati. Takut-takut ia tersinggung atau kecewa atas perakataanku tadi
“ya, memang aku akan mengakhiri semua ini. Aku sudah terlampau lelah El..” ia mengangkat kepalanya dari pundakku, lalu menoleh ke arahku yang sedikit bingung, kaget, tak percaya, dan cukup senang ku akui.
“tapi apa alasan yang akan kau berikan pada ayahmu nanti Sa?”
“aku akan menjadikan kepindahanku ke Singapore sebagai alasannya. Aku yakin, ayah kali ini mau mengerti aku” ia nampak tersenyum, mungkin tengah membayangkan kebebasannya nanti.
Tapi tunggu! Kepindahan? Singapore?
“maksudmu, kau akan pindah ke Singapore?” aku berbalik menatap wajahnya, hanya bisa berharap semua ini hanya omong kosong dari salah satu kejahilannya. Terkecuali niatnya mengakhiri hubungannya dengan Mike.
“iya El, maaf ya aku baru mengabarimu sekarang. Aku akan pindah Senin lusa. Menunggu ayah selesai mengurus surat kepindahanku.”
“tapi Sa..”
“aku akan menjalani serangkaian operasi disana. Menurut dokter Fransisca -dokter yang menangani Raisa sejak Raisa kecil- dengan menjalani operasi ini, jika berhasil aku bisa bertahan dengan jantung yang sudah cukup kuat. Bahkan beliau berkata, jika ini berhasil, aku boleh merasakan yang dinamakan berkejar-kejaran” ia tersenyum bahagia menjelaskannya.
Di satu sisi aku merasa senang, tapi di sisi lain, aku merasa kehilangan. Bagaimana nanti aku melewati hari-hariku tanpa sosoknya?
Ssfff..
Aku menarik nafas panjang untuk melontarkan kata-kata ini. Teramat berat bagiku untuk mengatakannya.
“aku.. aku.. aku turut bahagia atas kabar ini.” Huuufff, lega sekali rasanya bisa mengeluarkan gumpalan kata-kata sok tegar itu di hadapan Raisa.
“berapa lama kau akan menetap di sana?”
‘tentu saja lama. Pertanyaan bodoh!’ aku mengumpat diriku sendiri dalam hati
“cukup lama. Dokter Fransisca berkata semua ini butuh proses. Dan beliau memperkirakan aku harus menetap di sana setidaknya 4 – 5 tahun. Waktu yang cukup lama bukan?”
hah?! Yang benar saja? 4 – 5 tahun? Itu tandanya aku harus menunggunya selama itu? Err, belum sampai waktunya, sudah habis aku ditumbuhi lumut.
“jelas itu sangat lama, bukan hanya cukup lama Raisa.. 4 atau 5 tahun itu waktu yang sangatlah panjang.”
“hihi, kau kenapa? Tenang saja, aku pasti akan merindukanmu saat aku sudah di sana.” Di saat seperti ini, masih saja ia sanggup untuk terkikik
“bukan itu, tapi… Ahh” aku memeluknya erat. sedangkan ia masih saja terkikik. Dasar Raisa…!
“aku akan merindukanmu, bahkan sangat. Sayang, jarak antara Bandung dan Singapore tak bisa di tempuh hanya menggunakan sepeda motor saja. Jika bisa, aku pasti akan selalu mengunjungimu Sa. Membawakanmu bunga mawar putih kesukaanmu setiap pagi, membawakan makanan favoritmu, mem..” belum selesai aku bicara, ia sudah memotongnya.
“iya, iya.. aku mengerti, kau pasti akan sangat merindukanku, karena pada dasarnya aku memang ‘ngangenin’. haha” pelukanku kian mengerat.
Raisa, kenapa kau harus pergi? Tak sadarkah kau, di sini ada hati yang akan merasa sepi?

‘Tak berakhir sia-sia lama penantianku..’
“selamat datang putri Raisa..” ucapku menyambut kedatangan Raisa di rumahnya, bersama oma tentunya. Oma menunggu di dalam rumah, sedangkan ayah Raisa segera membawa barang bawaan mereka ke dalam
“Elang?! Kau.. ahh! Aku merindukanmu!” ia berlari lalu dengan segera memelukku erat. aku membalas pelukannya. Kemudian melepasnya
“kau terlihat lebih cantik Sa..” aku tak dapat menyembunyikan ke kagumanku pada Raisa kini. Tak banyak yang berubah memang dari dirinya. Namun tetap saja terlihat berbeda.
“kau berbeda sekarang ya! Ku rasa kau lebih tampan apabila rambutmu kau biarkan sedikit gondrong seperti itu” aku mencubit tanganku. Aww! Sakit! Ini bukan mimpi? Raisa berkata aku tampan? Huaaa, mimpi apa aku tadi malam.
“oh ya? Kau bisa saja. Bagaimana keadaanmu sekarang?”
“jauh dari kata kurang baik.” Ia tersenyum senang
“maksudmu, kau sudah sembuh?”
“tidak juga, tapi bisa dikatakan seperti itu, hampir.”
“syukurlah..”
Obrolan kami berlanjut, sembari kami melangkah pelan memasuki rumah Raisa untuk menemui omanya.
Di taman belakang rumah Raisa…
Setelah kami berdua mendapat izin untuk mengobrol di taman kecil di belakang rumah Raisa yang cukup luas ini, kami duduk di sebuah kursi panjang yang di sampingnya terdapat sebuah ayunan.
Aku sudah merencanakan ini sebelumnya, bahkan jauh-jauh hari sebelum Raisa pulang.
“Emm, Sa, aku ingin berbicara sesuatu padamu..” aku tahu bagaimana mimik wajahku sekarang. Terlihat kikuk pasti.
“tentang apa El?” ia menoleh ke arahku yang duduk di samping kanannya. Aku menghadap ke arahnya, menyodorkan se-bouqet bunga mawar putih kesukaannya.
“Raisa, aku tahu, cara ini sama sekali tak romantis. Tidak seperti yang ada pada novel-novel cinta yang pernah kau baca. Tapi, aku hanya ingin mengungkapkan sebuah kejujuran. Bahwa aku begitu menyayangimu, lebih dari sekedar sahabat. Lebih dari sayang seorang kakak kepada adiknya…” aku memotong ucapanku. Menarik nafas dalam-dalam.
“Raisa, would you be my girl?” huff.. semoga saja keringat hasil salting ku tak menetes. Memalukan jika sampai terjadi. Seperti tak pernah melakukan sebelumnya.
“Elang…”
“aku tahu aku sama sekali tak masuk dalam kriteria lelaki idamanmu, tapi aku hanya butuh sebuah jawaban Raisa… untuk itu, aku minta kau…” belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Raisa sudah memotongnya
“sssttt..” ia meletakkan telunjuknya di bibirku. Membuatku berhenti bicara.
“aku juga menyayangimu Kak Elang..” aku sempat merasakan sesak yang cukup membuat dadaku sakit saat mendengar ia memanggilku dengan sebutan ‘Kak’
“aku menyayangimu, sebagai kakakku.. tapi juga lebih dari itu” ia tersenyum, lalu melepaskan telunjuknya yang tadi menempel di bibirku. Aku tersentak.
“apa itu artinya, kau…?”
“yes, I would!” jawabnya pasti. Refleks aku memeluknya sangat erat. ahh, Raisa.. jika Tuhan menciptakan Juliet untuk menjadi ratu di hati Romeo, lalu Tuhan menciptakan pula Nawang Wulan sebagai bidadari untuk Jaka Tarub, maka aku yakin, Tuhan juga menciptakanmu untuk menjadi sesosok bidadari penghuni hatiku. Bidadari yang tak bersayap…

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More